sumber :wordpress.com |
Budaya pasuruan
Salah satu aset penting yang dimiliki Kota Pasuruan saat ini adalah keberadaan bangunan kuno yang memenuhi unsur sebagai bangunan cagar budaya. Namun sayangnya, aset itu saat ini belum dilirik oleh Pemkot untuk kemudian dikelola secara optimal dengan titik muara dapat memberikan benefit kepada masyarakat Kota Pasuruan. Padahal keberadaan bangunan tua ini dapat memperteguh eksistensi Kota Pasuruan sebagai kota tua.
Salah satu aset penting yang dimiliki Kota Pasuruan saat ini adalah keberadaan bangunan kuno yang memenuhi unsur sebagai bangunan cagar budaya. Namun sayangnya, aset itu saat ini belum dilirik oleh Pemkot untuk kemudian dikelola secara optimal dengan titik muara dapat memberikan benefit kepada masyarakat Kota Pasuruan. Padahal keberadaan bangunan tua ini dapat memperteguh eksistensi Kota Pasuruan sebagai kota tua.
Mangkrak, kumuh dan tidak terurus. Bahkan beberapa diantaranya sudah
dalam kondisi rusak parah. Itulah sebagian kondisi bangunan kuno yang
saat ini ada di Kota Pasuruan. Memang ada beberapa diantaranya yang
masih dalam kondisi terawat, seperti bangunan gedung wolu, rumah singa,
gedung P3GI (terutama bagian aulanya), ataupun gereja katholik St
Padova. Ada berbagai faktor yang menjadikan bangunan-bangunan tua itu
dalam kondisi memprihatinkan, salah satu diantaranya adalah belum adanya
payung hukum yang menjadi pegangan instansi terkait untuk menggulirkan
kegiatan yang berujung pada upaya pelestarian bangunan-bangunan kuno
tersebut. Ditambah lagi status kepemilikan bangunan-bangunan tua oleh
perseorangan-perseorangan.
Berangkat
dari permasalahan-permasalahan di atas ditambah dengan nilai
kemanfaatan yang dapat diambil oleh Pemkot dengan adanya
bangunan-bangunan kuno tersebut, Badan Perencanaan Pembangunan Daerah
(Bapeda) Kota Pasuruan melakukan kajian pelestarian bangunan kuno di
Kota Pasuruan. Kepala Bidang Penelitian dan Pengembangan, Ir. Didik
Chairudi menjelaskan, tujuan dilaksanakan kegiatan ini adalah untuk
menginventaris serta menganalisis kondisi dan potensi bangunan kuno yang
ada di Kota Pasuruan.
“Dari hasil penelitan ini nantinya akan ada rekomendasi yang kita
berikan untuk instansi terkait tentang hal-hal yang dapat dilakukan
dalam upaya untuk melestarikan bangunan-bangunan kuno tersebut,”
jelasnya.
Berdasarkan inventarisasi yang pernah dilakukan Badan Arkeologi
Yogyakarta beberapa tahun silam, bangunan kuno di Kota Pasuruan yang
mempunyai potensi dijadikan cagar budaya ada 110 bangunan. Namun untuk
penelitian yang dilakukan Bapeda ada beberapa kriteria dalam pemilihan
obyek penelitian. Diantaranya adalah bangunan harus berusia minimal 50
tahun, memiliki ciri arsitektur khas Arab, China, Tradisional maupun
kolonial serta berlokasi di jalan beraspal yang dapat dilalui kendaraan
roda empat.
“Kenapa kita fokuskan bangunan yang ada di tepi jalan beraspal adalah
lokasi-lokasi tersebut semasa jaman kolonial merupakan permukiman yang
berada di sekitar heerenstrat dan hofdstraat. Ini didasarkan penelusuran peta Pasuruan tahun 1900,” katanya panjang lebar.
Banyaknya bangunan tua di Kota Pasuruan saat ini tidak lepas dari
rekam jejak di masa lalu. Dimana Kota Pasuruan di masa lalu pernah
menjadi daerah yang cukup menggiurkan untuk melakukan perdagangan dengan
keberadaan bandara laut. Adanya bandara laut ini pula yang menarik
minat warga China daratan merantau dan kemudian tinggal di Kota
Pasuruan. Tercatat nama Kapitan Han yang pernah menjadi saudagar kaya
raya dan bangunan tempat tinggalnya hingga sekarang masih ada.
Keberadaan masyarakat China perantauan ini pula yang menjadikan di Kota
Pasuruan banyak ditemukan bangunan-bangunan kuno beraksen China.
“Namun gayanya tidak sepenuhnya China. Istilahnya, bangunan-bangunan itu menganut gaya electisme yakni
mencampurkan budaya China, lokal dan Eropa. Inilah yang nampak pada
bangunan gedung wolu ataupun rumah singa,” jelas Didik.
Kejayaan Kota Pasuruan terus berlanjut dimasa kolonial dengan
dijadikannya sebagai ibukota residensi. Status sebagai ibukota
residensial inilah yang mendorong dibangunnya berbagai fasilitas publik
seperti rumah sakit, gedung perkantoran maupun permukiman untuk
orang-orang Hindia Belanda. Bangunan-bangunan itu kebanyakan didirikan
di sepanjang kawasan Hereenstrat (Jalan Pahlawan, red) yang di
masa lalu menjadi kawasan elit. Ciri khas yang melekat kuat di
bangunan-bangunan yang didirikan semasa jaman kolonial ini adalah gaya
arsitekturnya yang menganut aliran Indische Empire.
“Sayangnya, sekarang ini sudah banyak bangunan tua yang hilang
seperti gedung hotel Morbeck, Hotel Tonjas dan lain sebagainya,” ungkap
Didik.
Dari hasil penelitian oleh Bapeda yang menggandeng pihak ketiga ini
didapatkan hasil bahwa bangunan-bangunan kuno yang ada sekarang ini
hampir 70 persennya dikuasai perseorangan, sedangkan sisanya dalam
penguasaan pemerintah kota yang dijadikan untuk perkantoran. “Dengan
proporsi semacam ini yang memungkinkan untuk dijadikan sebagai pilot
project dalam upaya pelestarian bangunan kuno adalah bangunan kuno yang
dimiliki Pemkot. Kalau yang dikuasai perseorangan harus ada
langkah-langkah strategis karena dana yang digunakan untuk pelestarian
akan diambilkan dari APBD,” jelas Didik.
Selain itu, hasil penelitan menunjukkan 57 persen bangunan kuno yang
dijadikan obyek penelitan dalam kondisi terawat baik, sedangkan 43
persen tidak terawat dan sisanya sebanyak 30 persen kurang terawat.
Sebagian besar yang kondisinya yang kondi sinya tidak terawat adalah
bangunan-bangunan yang tidak dimanfaatkan oleh pemiliknya. Adapun motif
yang membuat mereka enggan melakukan perawatan adalah keterbatasan
pendapatan dari pemiliknya serta pertimbangan dari pemilik yang merasa
tidak mendapatkan manfaat atas bangunan tersebut.
Terkait dengan upaya pelestarian bangunan kuno, ada beberapa cara
yang dapat dilakukan, seperti melakukan konservasi, restorasi ataupun
rehabilitasi. Cara konservasi adalah dengan melakukan pemeliharaan,
melindungi dan memanfaatkan bangunan secara efisien. Cara konservasi ini
memberikan peluang untuk pemanfaatan bangunan kuno yang dapat
memberikan keuntungan senyampang tidak mengancam keasliannya.
Didik mengemukakan, dilihat dari karakteristik bangunan kuno yang
saat ini ada di Kota Pasuruan, cara yang paling tepat adalah dengan
metode konservasi. Hal ini didasarkan pada kenyataan bahwa sebagian
bangunan kuno yang ada telah mendekati usia di atas 100 tahun. “Selain
itu, dilihat dari proporsi kepemilikannya yang sebagian besar dimiliki
individu,” tukasnya.
Dari hasil kajian dan kemudian dilakukan analisis, dari 110 bangunan yang menjadi obyek penelitan, 48 diantaranya masuk kategori prioritas untuk dilestarikan. Ke 48 bangunan kuno itu diantaranya adalah gedung P3GI, gedung Kantor Dinas Pendapatan, gedung Suropati dan lain sebagainya. “Tapi hasil penelitian ini belum sampai pada penetapan bangunan kuno tersebut sebagai bangunan cagar budaya. Untuk itu perlu ada kajian lagi dan pemberian status sebagai cagar budaya hanya dapat dilakukan oleh instansi tertentu,” kata Didik. (pam)
Dari hasil kajian dan kemudian dilakukan analisis, dari 110 bangunan yang menjadi obyek penelitan, 48 diantaranya masuk kategori prioritas untuk dilestarikan. Ke 48 bangunan kuno itu diantaranya adalah gedung P3GI, gedung Kantor Dinas Pendapatan, gedung Suropati dan lain sebagainya. “Tapi hasil penelitian ini belum sampai pada penetapan bangunan kuno tersebut sebagai bangunan cagar budaya. Untuk itu perlu ada kajian lagi dan pemberian status sebagai cagar budaya hanya dapat dilakukan oleh instansi tertentu,” kata Didik. (pam)
sumber
Kuliner Khas Pasuruan
BIPANG JANGKAR
Inilah produk pertama Bipang
Jangkar . Dari kiri ke kanan : Bipang Djangkar Biru (DB), Djangkar
Hijau(DH), dan Djangkar Merah(DM). Bipang DB dan DH merupakan bipang
rasa vanila. Inilah “original flavour” dari bipang. Kemudian
rasa vanila dicoba dikombinasikan dengan susu, sehingga terciptalah
Bipang DM. Kemasan kertas ini masih kami pertahankan sampai sekarang
untuk menjaga keaslian citarasa Bipang.
Sekitar tahun 1980-an
terciptalah Bipang Jangkar rasa Tutty Fruity. Bipang ini menggunakan
esen Tutty Fruity. Rasanya harum dengan aroma buah-buahan.
Seiring perkembangan jaman,
Bipang Jangkar mulai dikembangkan dengan berbagai macam rasa dan dibuat
kemasan satuan. Ini membuat bipang lebih praktis dan tahan lamah
sumber :http://naelarahmatikamusfiroh.wordpress.com/
Ciri Khas Pasuruansumber :http://naelarahmatikamusfiroh.wordpress.com/
Batik Khas Kota Pasuruan
Batik adalah warisan nenek moyang dengan cita rasa intemasional. Dengan mengutamakan kreatitas dan seni menggambar, karya asli bangsa Indonesia ini telah mendapatkan pengakuan masyarakat intemasional
dengan menjadikannya sebagai warisan budaya dunia oleh Unesco.
Keberadaan batik di Indonesia memang sudah menyatu kuat dengan denyut
nadi kehidupan masyarakat Indonesia. Hampir di seluruh daerah di Indonesia dapat ditemukan mahakarya ini dengan ciri khasnya masing-masing. Tidak terkecuali Kota Pasuruan yang menonjolkan corak kembang sirih dan burung kepodangnya.
sumber : http://jawatimuran.wordpress.com
sumber : http://jawatimuran.wordpress.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar